Monday 26 February 2018

Strategi belajar yang salah bisa membuat tidak kompeten




x
Kegagalan dalam uji kompetensi bukan karena yang bersangkutan yang tidak belajar, akan tetapi karerena mereka belajar yang salah. Beberapa strategi belajar yang salah diantaranya:
a.    Terlalu menekankan kepada tanya jawab atau membahas soal-soal, sementara pemahaman terhadap materi sangat kurang. Jika terpaksa anda harus belajar dengan cara tanya jawab, lakukanlah! Itu lebih baik daripada anda tidak belajar sama sekali. Tapi, ingat buat catatan dari tanya jawab tersebut, terutama hal-hal yang belum anda mengerti, kemudian cari sumber bacaan dari masalah yang sedang dihadapi tersebut.
b.    Tidak memiliki dasar pemahaman yang kuat, tetapi memilih untuk diskusi yang akhirnya diskusi melenceng.
c.     Diskusi yang tidak didasarkan kepada kemampuan sendiri akan menyebabkan nilai anda tidak pernah naik, gunakan diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Gampangnya tanya pada orang lain apa yang anda tidak mengerti atau tidak faham, tidak usah mendiskusikan sesuatu yang sudah anda mengerti, kecuali anda diminta untuk menjelaskan pemahaman anda tentang sebuah permasalahan.
d.    Membahas soal soal yang tidak terstandarisasi uji kompetensi, misalnya menggunakan buku soal yang mengacu kepada ujian perawat luar negeri. Banyak buku yang menjelaskan dan memaparkan soal-soal uji kompetensi, akan tetapi tidak semua buku menganut kepada kaidah penulisan soal yang sudah di berikan oleh panitia uji kompetensi nasional. Hati-hati dalam menggunakan sumber, lebih baik anda minta kepada dosen contoh-contoh soal yang sudah di review atau tanya orang yang pakar di bidang itu.
e.    Tidak memiliki catatan yang baik merupakan kendala dalam belajar, sehingga tidak bisa mengetahui apa yang sudah dipelajari dan apa yang belum dipelajari. Buatlah catatan seringkas mungkin dengan metode yang telah teruji dapat meningkatkan pemahaman dalam belajar. Penulis menganjurkan anda untuk menggunakan mind mapping dari Tonny Buzzan.

Terlalu tergesa-gesa menyebabkan kerugian



x
Sifat yang terlalu tergesa-gesa dapat menyebabkan seseorang tidak cermat dalam memilih jawaban. Pengalaman mahasiswa menunjukan bahwa ketergesaan ini dapat menyebabkan pengamatan terhadap data menjadi tidak cermat. Ketergesaan ini juga disebabkan mahasiswa pernah mendapatkan soal yang mirip sebelumnya dalam latihan, akan tetapi perlu diingat, kemungkinan penambahan data yang dilakukan pembuat soal bisa saja terjadi sehingga kecermatan dalam menjawab perlu dilakukan. Bagaimana cara menghindarinya? Terdapat beberapa tindakan untuk menghindari ketergesaan kita, yaitu:
a.    Focus kepada soal yang sedang dihadapi
b.    Ingat sebuah soal didesain untuk dikerjakan dalam waktu 1 menit.
c.     Baca pertanyaan yang diminta oleh soal, kemudian baca kasusnya. Mengapa harus membaca pertanyaannya terlebih dahulu? Supaya tidak 2 (dua) kali membaca kasus. Misalnya, pada saat pertanyaan meminta apa yang dilakukan pada saat pengkajian, mau tidak mau kita harus membaca dengan teliti apa yang sudah dilakukan dana apa yang belum dilakukan.
d.    Tentukan masalahnya apa dari setiap kasus. Sebuah soal kadang bertanya tentang apakah evaluasi keperawatan yang harus dilakukan, padahal tidak disebutkan masalah utama yang ada pada soal tersebut. Jika anda tidak mengetahui masalah yang utama (prioritas) maka anda akan salah dalam menjawab. Sangat penting memahami apa masalah apa yang ada dalam kasus tersebut. 
e.    Jangan membuat interpretasi pada sebuah soal, gunakan saja data yang ada di soal tersebut. Kesalahan terbesar dalam menjawab soal uji kompetensi adalah membuat interpretasi, atau menambahkan data berdasarkan pengetahuan sendiri, padahal untuk menjawab pertanyaan penulis soal telah memberikan data yang cukup, tidak perlu penambahan data yang lainnya. Soal yang datanya kurang akan gugur dengan sendirinya pada saat soal itu di review atau soal itu diuji cobakan (try out).
f.      Jawablah sesuai dengan pertanyaan, Menjawab sesuai pertanyaan yang diminta, jawaban yang benar hanya ada satu dan yang lainnya merupakan distraktor atau pengecoh. Hati-hati dalam menjawab, tapi jangan pernah meninggalkan atau tidak memberikan jawaban. Semua soal harus dijawab, tidak boleh ditinggalkan kosong begitu saja, karena dengan mengisi berarti memiliki peluang sebanyak 20% untuk benar dibandingkan dengan tidak diberikan jawaban.

Sunday 25 February 2018

Penyebab Kegagalan di Ukom


Berlatih dengan sumber yang kurang tepat
Dalam menjawab soal uji kompetensi mahasiswa perlu latihan mengenal soal-soal yang baik yaitu yang memiliki standar yang sama dengan soal yang akan mereka hadapi di uji kompetensi nanti. Akan tetapi pada kenyataanya tidak semua mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berlatih dengan soal seperti itu. Mereka banyak berlatih menggunakan sumber yang kurang tepat. Apa yang dimaksud dengan sumber kurang tepat? Yang dimaksud dengan sumber yang kurang tepat adalah belajar dengan menggunakan soal-soal yang belum direview atau   menggunakan buku yang tidak menggunakan standar penulisan yang telah ditentukan. Mahasiswa dapat mendapatkan soal yang sudah direview dari dosen yang mengikuti kegiatan review di regional. Karena biasanya diregional suka diadakan kegiatan untuk mereview soal, dan soal itu diberikan kepada dosen-dosen yang mengikuti kegiatan review tersebut.

Sombong
Mengecilkan atau memandang remeh uji kompetensi merupakan tindakan yang sombong. Contoh; datang dengan menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan standar uji kompetensi, dan hasilnya disuruh pulang oleh pengawas.

Kurang Percaya Diri
Kita kadang mendapatkan kenyataan, mahasiswa A terkenal pintar di kampusnya, IPK nya tinggi, akan tetapi tidak lulus saat uji kompetensi. Salah satu penyebabnya adalah kurang percaya diri, mudah gugup. Apalagi tempat uji kompetensinya tidak dikampus sendiri. Yang diperlukan untuk menghadapi uji kompetensi bukan hanya kemampuan keilmuan akan tetapi lebih banyak kepada kemampuan mengelola stress yang dihadapi.

Tidak mengetahui cara membaca soal
Soal dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memisahkan mana yang kompeten mana yang tidak kompeten. Soal uji kompetensi memiliki ketentuan dalam penulisan, jumlah kata, data utama vs data distraktor. Kesemua ini merupakan kesengajaan.

Terlalu tergesa-gesa
Sifat yang terlalu tergesa-gesa dapat menyebabkan seseorang tidak cermat dalam memilih jawaban. Bagaimana cara menghindarinya? Terdapat beberapa tindakan untuk menghindari ketergesaan kita, yaitu:
a.    Focus kepada soal yang sedang dihadapi
b.    Ingat sebuah soal didesain untuk dikerjakan dalam waktu 1 menit.
c.     Baca dengan teliti pertanyaannya baru kemudian kasusnya
d.    Baca pertanyaan yang diminta oleh soal, kemudian baca kasusnya. Mengapa harus membaca pertanyaannya terlebih dahulu? Supaya tidak 2 (dua) kali membaca kasus. Misalnya, pada saat pertanyaan meminta apa yang dilakukan pada saat pengkajian, mau tidak mau kita harus membaca dengan teliti apa yang sudah dilakukan dana apa yang belum dilakukan.
e.    Tentukan masalahnya apa dari setiap kasus. Sebuah soal kadang bertanya tentang apakah evaluasi keperawatan yang harus dilakukan, padahal tidak disebutkan masalah utama yang ada pada soal tersebut. Jika anda tidak mengetahui masalah yang utama (prioritas) maka anda akan salah dalam menjawab. Sangat penting memahami apa masalah apa yang ada dalam kasus tersebut. 
f.      Jangan membuat interpretasi pada sebuah soal, gunakan saja data yang ada di soal tersebut. Kesalahan terbesar dalam menjawab soal uji kompetensi adalah membuat interpretasi, atau menambahkan data berdasarkan pengetahuan sendiri, padahal untuk menjawab pertanyaan penulis soal telah memberikan data yang cukup, tidak perlu penambahan data yang lainnya. Soal yang datanya kurang akan gugur dengan sendirinya pada saat soal itu di review atau soal itu diuji cobakan (try out).
g.    Jawablah sesuai dengan pertanyaan, Menjawab sesuai pertanyaan yang diminta, jawaban yang benar hanya ada satu dan yang lainnya merupakan distraktor atau pengecoh. Hati-hati dalam menjawab, tapi jangan pernah meninggalkan atau tidak memberikan jawaban. Semua soal harus dijawab, tidak boleh ditinggalkan kosong begitu saja, karena dengan mengisi berarti memiliki peluang sebanyak 20% untuk benar dibandingkan dengan tidak diberikan jawaban.

Panik
Fokus perhatian orang yang panik biasanya menyempit, orang tersebut akan sangat fokus kepada hal yang kecil. Panik juga akan menghilangkan kemampuan menilai seseorang, sehingga yang seharusnya bisa menjadi tidak bisa. Bagaimana jika ada masalah? Tarik napas, acungkan tangan. Pasti petugas yang sedang bekerja akan membantu kesulitan anda, tentunya bukan kesulitan dalam mengisi soal. Mereka akan membantu apabila ada masalah tehnis misalnya, komputer mati, password tidak sesuai termasuk juga jika anda tidak bisa mengoperasikan komputer.

x

Uji Kompetensi Bagi Mahasiswa

Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.
Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.
Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.

Apakah benar banyak mahasiswa tidak memiliki persiapan saat mau ujian? Secara kasar sebagian besar mahasiswa tidak memiliki persiapan. Akan tetapi jika ditelisik lebih dalam sesungguhnya mereka sudah melakukan persiapan. Persiapan yang dilakukan berupa belajar selama 3 tahun untuk D3 dan 4-5 tahun untuk Ners. Jika mahasiswa selama itu untuk mempersiapkan uji kompetensi, tetapi mengapa banyak mahasiswa yang gagal dalam uji kompetensi?

Tentu sangat menarik jika kita mencari tahu mengapa banyak sekali yang tidak kompeten, dan pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah apakah kualitas pembelajaran atau perkuliahan diseluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia sama?
Bagi pendidikan tinggi yang sudah hebat dan memiliki akreditasi yang ungul, uji kompetensi tidak jadi persoalan, karena sudah memiliki kualitas perkuliahan akademik maupun praktek yang sangat baik. Sehingga tidak jarang mahasiswa mereka lulus 100%. Kebalikannya bagi pendidikan yang tidak memiliki qualifikasi sebaik pendidikan tinggi yang besar, uji kompetensi merupakan monster yang menakutkan, sehingga ada perguruan tinggi yang kelulusannya 0%.
Terdapat hubungan antara akreditasi perguruan tinggi dengan tingkat kelulusan mahasiswa di uji kompetensi, Rata-rata kelulusan institusi dengan dengan akreditasi A adalah 85%, akreditasi B rata-rata kelulusannya 65% dan institusi dengan akreditasi C rata-rata kelulusannya 45% (Masfuri, 2017). 
Tingkat kelulusan uji kompetensi sangat berpengaruh terhadap nilai akreditasi sebuah perguruan tinggi. Tingkat kelulusan ini menjadi bagian dari penilaian sebuah perguruan tinggi. Tingkat kelulusan lebih dapat menggambarkan bagaimana kualitas pembelajaran di banding akreditasi, selain itu juga dapat motret kualitas proses akademik yang berlangsung.
Tentu bukan tindakan bijaksana saling menyalahkan dan saling menyalahkan atas kegagalan di mahasiswa yang mengikuti uji kompetensi. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab mengapa mahasiswa gagal dalam uji kompetensi


Nasib
Jika membicarakan sebuah kejadian dan dikaitkan dnegan nasib maka kita sudah tidak bisa ngomong apa-apa lagi. Dalam beberapa kejadian yang ada di uji kompetensi, nasib ikut menentukan peran. Sebagai contoh kasus yang menimpa mahasiwa saya, mahasiswa tersebut sangat rajin pada saat kegiatan akademik dan profesi. Dia mengejakan soal dengan baik. Akan tetapi diakhir ujian semua hasil pekerjaan dia tidak ada satupun yang tersimpan di sistem. Apa yang terjadi kemudian adalah mahasiswa tersebut ujian ulang. Hasilnya sudah bisa dibayangkan, stress, cape, tidak focus. Mahasiswa itu gagal. Apakah hanya dia yang gagal saving? Ya, mahasiswa lain yang satu sesi dengan dia, tidak ada masalah dengan sistem. Disinilah perlunya berdo’a, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi

Kurang persiapan
Yang dimaksud dengan kurang persiapan adalah mahasiswa belum memiliki kesiapan mental dan keilmuan. Mahasiswa yang pintar belum tentu lulus secara otomatis, jika yang bersangkutan secara mental tidak siap untuk mengerjakan soal selama 3 (tiga) jam.
Persiapan mental mutlak diperlukan, apalagi mahasiswa yang pernah mengalami kegagalan di uji kompetensi sebelumnya. Tekanan mental yang dihadapi mereka jauh lebih kuat dibanding dengan yang baru pertama kali mengikuti uji kompetensi. Mahasiswa retaker atau mahasiswa yang pada ujian pertama (first taker) belum kompeten, mereka mengalami kecemasan dan risiko untuk gagal lebih tinggi dibanding dengan first takers. Mahasiswa retakers sudah hanya memiliki kesempatan untuk kompeten sebesar 5 – 16% dan secara nasional untuk first taker hanya kompeten sebanyak 40% an. 
Mahasiswa retaker harus diberikan kesempatan memperbaiki dirinya terlebih dahulu, karena yang bersangkutan memiliki kemungkinan tidak kompeten lebih tinggi. Jika mungkin sertakan lagi retaker untuk mengikuti try out, sehingga dapat diketahui bagaimana sebenarnya kekuatan dan kelemahan mereka. Setelah diketahui, barulah melakukan persiapan atau tindakan untuk menanggulangi masalah kemampuan mereka.
Retakers tidak bisa diberikan intervensi secara general, mereka harus diberikan tindakan secara individu. Setiap retaker memiliki kekurangan yang berbeda beda dalam penguasaan materi uji komptensi. Pendekatan pengkayaan sebelum uji kompetensi secara bersamaan bisa dilakukan hanya untuk penjelasan umum dari materi uji kompetensi. Akan tetapi apabila sudah masuk kepada materi per mata kuliah, peserta retaker dan mahasiswa yang sudah mengikuti try out harus diberikan perbaikan atau pengkayaan pada materi-materi tertentu saja, yaitu pada materi yang paling dinggi soalnya dan materi yang paling tidak dimengerti soal-soalnya. Untuk materi yang sudah dikuasai, biarkan mereka membuat catatan secara mandiri atau merupakan pilihan.
Filosofi tukang tambal ban dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan di retakers dan atau di fisrt takers, periksa dulu keseluruhan baru tentukan masalahnya dimana. Seorang tambal ban akan memeriksa semua bagian ban, baru kemudian menambal yang bolong. Dengan filosofi tersebut, mahasiswa retakers disuruh mengkaji semua kemampuan melalui try out, baru kemudian diberikan penguatan di tempat yang masih lemah.
Selain kemampuan penguasaan materi yang harus diperhatikan, kemampuan menjaga kecemasan atau mengatasi masalah juga harus diketahui. Kecepatan menerima dan memahami kekurangan diri, merupakan cara terbaik untuk seseorang saat jatuh. Sama halnya orang yang gagal di uji kompetensi, mereka yang memiliki jiwa pantang menyerah, akan gigih memperjuangkan cita cita mereka.

Etika dalam Keperawatan

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, ...