Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi
seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji
kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok
yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi
mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017
sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji
kompetensi terakhir.
Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi
seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji
kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok
yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi
mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017
sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji
kompetensi terakhir.
Pada
tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21
ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.
Apakah
benar banyak mahasiswa tidak memiliki persiapan saat mau ujian? Secara kasar
sebagian besar mahasiswa tidak memiliki persiapan. Akan tetapi jika ditelisik
lebih dalam sesungguhnya mereka sudah melakukan persiapan. Persiapan yang
dilakukan berupa belajar selama 3 tahun untuk D3 dan 4-5 tahun untuk Ners. Jika
mahasiswa selama itu untuk mempersiapkan uji kompetensi, tetapi mengapa banyak
mahasiswa yang gagal dalam uji kompetensi?
Tentu
sangat menarik jika kita mencari tahu mengapa banyak sekali yang tidak
kompeten, dan pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah apakah kualitas
pembelajaran atau perkuliahan diseluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia
sama?
Bagi
pendidikan tinggi yang sudah hebat dan memiliki akreditasi yang ungul, uji
kompetensi tidak jadi persoalan, karena sudah memiliki kualitas perkuliahan
akademik maupun praktek yang sangat baik. Sehingga tidak jarang mahasiswa
mereka lulus 100%. Kebalikannya bagi pendidikan yang tidak memiliki qualifikasi
sebaik pendidikan tinggi yang besar, uji kompetensi merupakan monster yang
menakutkan, sehingga ada perguruan tinggi yang kelulusannya 0%.
Terdapat
hubungan antara akreditasi perguruan tinggi dengan tingkat kelulusan mahasiswa
di uji kompetensi, Rata-rata kelulusan institusi dengan dengan akreditasi A
adalah 85%, akreditasi B rata-rata kelulusannya 65% dan institusi dengan
akreditasi C rata-rata kelulusannya 45% (Masfuri, 2017).
Tingkat
kelulusan uji kompetensi sangat berpengaruh terhadap nilai akreditasi sebuah perguruan
tinggi. Tingkat kelulusan ini menjadi bagian dari penilaian sebuah perguruan
tinggi. Tingkat kelulusan lebih dapat menggambarkan bagaimana kualitas
pembelajaran di banding akreditasi, selain itu juga dapat motret kualitas
proses akademik yang berlangsung.
Tentu
bukan tindakan bijaksana saling menyalahkan dan saling menyalahkan atas
kegagalan di mahasiswa yang mengikuti uji kompetensi. Dibawah ini terdapat
beberapa penyebab mengapa mahasiswa gagal dalam uji kompetensi
Nasib
Jika membicarakan sebuah
kejadian dan dikaitkan dnegan nasib maka kita sudah tidak bisa
ngomong apa-apa lagi. Dalam beberapa kejadian yang ada di uji kompetensi,
nasib ikut menentukan peran. Sebagai contoh kasus yang menimpa mahasiwa saya, mahasiswa tersebut sangat rajin pada saat kegiatan
akademik dan profesi. Dia mengejakan soal dengan baik. Akan tetapi diakhir ujian semua hasil pekerjaan dia tidak ada satupun
yang tersimpan di sistem. Apa yang terjadi kemudian adalah mahasiswa tersebut
ujian ulang. Hasilnya sudah bisa dibayangkan, stress, cape, tidak focus.
Mahasiswa itu gagal. Apakah hanya dia yang gagal saving? Ya, mahasiswa lain
yang satu sesi dengan dia, tidak ada masalah dengan sistem. Disinilah perlunya
berdo’a, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi
Kurang persiapan
Yang dimaksud dengan kurang persiapan adalah
mahasiswa belum memiliki kesiapan mental dan keilmuan. Mahasiswa yang pintar
belum tentu lulus secara otomatis, jika yang bersangkutan secara mental tidak
siap untuk mengerjakan soal selama 3 (tiga) jam.
Persiapan
mental mutlak diperlukan, apalagi mahasiswa yang pernah mengalami kegagalan di
uji kompetensi sebelumnya. Tekanan mental yang dihadapi mereka jauh lebih kuat
dibanding dengan yang baru pertama kali mengikuti uji kompetensi. Mahasiswa
retaker atau mahasiswa yang pada ujian pertama (first taker)
belum kompeten, mereka mengalami kecemasan dan risiko untuk gagal lebih tinggi
dibanding dengan first takers. Mahasiswa retakers sudah hanya memiliki
kesempatan untuk kompeten sebesar 5 – 16% dan secara nasional untuk first taker
hanya kompeten sebanyak 40% an.
Mahasiswa retaker harus diberikan kesempatan memperbaiki
dirinya terlebih dahulu, karena yang bersangkutan memiliki kemungkinan tidak
kompeten lebih tinggi. Jika mungkin sertakan lagi retaker untuk mengikuti try
out, sehingga dapat diketahui bagaimana sebenarnya kekuatan dan kelemahan
mereka. Setelah diketahui, barulah melakukan persiapan atau tindakan untuk
menanggulangi masalah kemampuan mereka.
Retakers tidak bisa diberikan
intervensi secara general, mereka harus diberikan tindakan secara individu.
Setiap retaker memiliki kekurangan yang berbeda beda dalam penguasaan materi
uji komptensi. Pendekatan pengkayaan sebelum uji kompetensi secara bersamaan
bisa dilakukan hanya untuk penjelasan umum dari materi uji kompetensi. Akan
tetapi apabila sudah masuk kepada materi per mata kuliah, peserta retaker dan
mahasiswa yang sudah mengikuti try out harus diberikan perbaikan atau
pengkayaan pada materi-materi tertentu saja, yaitu pada materi yang paling
dinggi soalnya dan materi yang paling tidak dimengerti soal-soalnya. Untuk
materi yang sudah dikuasai, biarkan mereka membuat catatan secara mandiri atau
merupakan pilihan.
Filosofi tukang tambal ban dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan di retakers dan atau di fisrt takers,
periksa dulu keseluruhan baru tentukan masalahnya dimana. Seorang tambal ban
akan memeriksa semua bagian ban, baru kemudian menambal yang bolong. Dengan
filosofi tersebut, mahasiswa retakers disuruh mengkaji semua kemampuan melalui
try out, baru kemudian diberikan penguatan di tempat yang masih lemah.
Selain
kemampuan penguasaan materi yang harus diperhatikan, kemampuan menjaga
kecemasan atau mengatasi masalah juga harus diketahui. Kecepatan menerima dan
memahami kekurangan diri, merupakan cara terbaik untuk seseorang saat jatuh.
Sama halnya orang yang gagal di uji kompetensi, mereka yang memiliki jiwa
pantang menyerah, akan gigih memperjuangkan cita cita mereka.
No comments:
Post a Comment