Sunday, 25 February 2018

Uji Kompetensi Bagi Mahasiswa

Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.
Uji Kompetensi merupakan tahapan akhir bagi seorang perawat dari D3 maupun Ners untuk mendapatkan kualifikasi kompeten. Uji kompetensi ini yang selanjutnya di sebut dengan uji kompetensi, merupakan momok yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang akan menghadapinya terutama bagi mahasiswa yang tidak memiliki persiapan. Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.
Pada tahun 2017 sebanyak 7 ribuan saja yang kompeten dari 21 ribuan yang mendaftar pada uji kompetensi terakhir.

Apakah benar banyak mahasiswa tidak memiliki persiapan saat mau ujian? Secara kasar sebagian besar mahasiswa tidak memiliki persiapan. Akan tetapi jika ditelisik lebih dalam sesungguhnya mereka sudah melakukan persiapan. Persiapan yang dilakukan berupa belajar selama 3 tahun untuk D3 dan 4-5 tahun untuk Ners. Jika mahasiswa selama itu untuk mempersiapkan uji kompetensi, tetapi mengapa banyak mahasiswa yang gagal dalam uji kompetensi?

Tentu sangat menarik jika kita mencari tahu mengapa banyak sekali yang tidak kompeten, dan pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah apakah kualitas pembelajaran atau perkuliahan diseluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia sama?
Bagi pendidikan tinggi yang sudah hebat dan memiliki akreditasi yang ungul, uji kompetensi tidak jadi persoalan, karena sudah memiliki kualitas perkuliahan akademik maupun praktek yang sangat baik. Sehingga tidak jarang mahasiswa mereka lulus 100%. Kebalikannya bagi pendidikan yang tidak memiliki qualifikasi sebaik pendidikan tinggi yang besar, uji kompetensi merupakan monster yang menakutkan, sehingga ada perguruan tinggi yang kelulusannya 0%.
Terdapat hubungan antara akreditasi perguruan tinggi dengan tingkat kelulusan mahasiswa di uji kompetensi, Rata-rata kelulusan institusi dengan dengan akreditasi A adalah 85%, akreditasi B rata-rata kelulusannya 65% dan institusi dengan akreditasi C rata-rata kelulusannya 45% (Masfuri, 2017). 
Tingkat kelulusan uji kompetensi sangat berpengaruh terhadap nilai akreditasi sebuah perguruan tinggi. Tingkat kelulusan ini menjadi bagian dari penilaian sebuah perguruan tinggi. Tingkat kelulusan lebih dapat menggambarkan bagaimana kualitas pembelajaran di banding akreditasi, selain itu juga dapat motret kualitas proses akademik yang berlangsung.
Tentu bukan tindakan bijaksana saling menyalahkan dan saling menyalahkan atas kegagalan di mahasiswa yang mengikuti uji kompetensi. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab mengapa mahasiswa gagal dalam uji kompetensi


Nasib
Jika membicarakan sebuah kejadian dan dikaitkan dnegan nasib maka kita sudah tidak bisa ngomong apa-apa lagi. Dalam beberapa kejadian yang ada di uji kompetensi, nasib ikut menentukan peran. Sebagai contoh kasus yang menimpa mahasiwa saya, mahasiswa tersebut sangat rajin pada saat kegiatan akademik dan profesi. Dia mengejakan soal dengan baik. Akan tetapi diakhir ujian semua hasil pekerjaan dia tidak ada satupun yang tersimpan di sistem. Apa yang terjadi kemudian adalah mahasiswa tersebut ujian ulang. Hasilnya sudah bisa dibayangkan, stress, cape, tidak focus. Mahasiswa itu gagal. Apakah hanya dia yang gagal saving? Ya, mahasiswa lain yang satu sesi dengan dia, tidak ada masalah dengan sistem. Disinilah perlunya berdo’a, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi

Kurang persiapan
Yang dimaksud dengan kurang persiapan adalah mahasiswa belum memiliki kesiapan mental dan keilmuan. Mahasiswa yang pintar belum tentu lulus secara otomatis, jika yang bersangkutan secara mental tidak siap untuk mengerjakan soal selama 3 (tiga) jam.
Persiapan mental mutlak diperlukan, apalagi mahasiswa yang pernah mengalami kegagalan di uji kompetensi sebelumnya. Tekanan mental yang dihadapi mereka jauh lebih kuat dibanding dengan yang baru pertama kali mengikuti uji kompetensi. Mahasiswa retaker atau mahasiswa yang pada ujian pertama (first taker) belum kompeten, mereka mengalami kecemasan dan risiko untuk gagal lebih tinggi dibanding dengan first takers. Mahasiswa retakers sudah hanya memiliki kesempatan untuk kompeten sebesar 5 – 16% dan secara nasional untuk first taker hanya kompeten sebanyak 40% an. 
Mahasiswa retaker harus diberikan kesempatan memperbaiki dirinya terlebih dahulu, karena yang bersangkutan memiliki kemungkinan tidak kompeten lebih tinggi. Jika mungkin sertakan lagi retaker untuk mengikuti try out, sehingga dapat diketahui bagaimana sebenarnya kekuatan dan kelemahan mereka. Setelah diketahui, barulah melakukan persiapan atau tindakan untuk menanggulangi masalah kemampuan mereka.
Retakers tidak bisa diberikan intervensi secara general, mereka harus diberikan tindakan secara individu. Setiap retaker memiliki kekurangan yang berbeda beda dalam penguasaan materi uji komptensi. Pendekatan pengkayaan sebelum uji kompetensi secara bersamaan bisa dilakukan hanya untuk penjelasan umum dari materi uji kompetensi. Akan tetapi apabila sudah masuk kepada materi per mata kuliah, peserta retaker dan mahasiswa yang sudah mengikuti try out harus diberikan perbaikan atau pengkayaan pada materi-materi tertentu saja, yaitu pada materi yang paling dinggi soalnya dan materi yang paling tidak dimengerti soal-soalnya. Untuk materi yang sudah dikuasai, biarkan mereka membuat catatan secara mandiri atau merupakan pilihan.
Filosofi tukang tambal ban dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan di retakers dan atau di fisrt takers, periksa dulu keseluruhan baru tentukan masalahnya dimana. Seorang tambal ban akan memeriksa semua bagian ban, baru kemudian menambal yang bolong. Dengan filosofi tersebut, mahasiswa retakers disuruh mengkaji semua kemampuan melalui try out, baru kemudian diberikan penguatan di tempat yang masih lemah.
Selain kemampuan penguasaan materi yang harus diperhatikan, kemampuan menjaga kecemasan atau mengatasi masalah juga harus diketahui. Kecepatan menerima dan memahami kekurangan diri, merupakan cara terbaik untuk seseorang saat jatuh. Sama halnya orang yang gagal di uji kompetensi, mereka yang memiliki jiwa pantang menyerah, akan gigih memperjuangkan cita cita mereka.

No comments:

Post a Comment

Etika dalam Keperawatan

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, ...